Kamis, 27 Januari 2011

Jenis-jenis hama dan penyakit pada jamur serta metode pencegahannya

Penyakit dan hama sering timbul karena kurangnya ketelitian dan kehati-hatian dalam melakukan penanganan produksi salah satunya proses pemeliharaan. Hal tersebut menimbulkan pekerjaan baru karena penyakit dan hama yang menyerang harus segera ditangani. Bagi sebagian orang, cara yang paling mudah untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan fungisida, insektisida dan bahan kimia lainnya. Namun, penggunaan bahan-bahan kimia ternyata menimbulkan permasalahan baru, tanaman dalam hal ini jamur tiram menjadi tercemar bahan kimia dan tidak sehat untuk dikonsumsi sehingga dapat menurunkan harga jual. Cara yang paling tepat untuk mengatasi penyakit dan hama adalah dengan metode pencegahan, karena mencegah lebih baik daripada mengobati..
Sebelum memahami hal-hal apa saja yang diperlukan dalam pencegahan, terlebih dahulu diperlukan pengetahuan mengenai bagaimana penyakit dan hama dapat menyebar. Ada 5 cara/media utama yang dapat menyebabkan timbulnya hama dan penyakit :
1. Udara
2. Air
3. Tanah
4. Manusia
5. Bibit
Hama dan penyakit seperti spora jamur pengkontaminasi, bakteri pengganggu, ataupun virus dapat menyebar dengan mudah melalui aliran udara. Bahkan hama serangga dapat menyebar dengan cara terbang melawan aliran udara. Demikian pula dengan air, tanah, manusia, dan bibit dapat membawa sumber penyakit yang sama seperti udara.
Pengetahuan mengenai sumber timbulnya hama dan penyakit merupakan bagian penting dalam proses pencegahan. Oleh karena itu, kunci pencegahan timbulnya berbagai macam penyakit dan hama adalah dengan menjaga kebersihan dan sanitasi.
Ada 5 poin yang harus diperhatikan dalam menjaga kebersihan:
1. Kelancaran sirkulasi udara
2. Kebersihan air
3. Pasteurisasi yang sempurna dan steril
4. Kebersihan pekerja
5. Kebersihan lingkungan baik di dalam maupun di sekitar kumbung
Jenis-jenis hama dan penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur tiram diantaranya serangga, laba-laba, cacing, siput, rayap, jamur parasit dan saprofit, serta bakteri dan virus. Berikut cara pencegahannya :

1. Mycogone perniciosa (Wet Bubble/White Mold)

 Dalam bahasa Yunani Myco - «jamur», dan akhiran «gone» berarti tubuh reproduksi.
Mycogone Perniciosa membentuk dua jenis spora:

* conidiospores (uniseluler, spora berdinding tipis, dengan kehidupan yang relatif singkat, sangat ringan, oleh karena itu, mereka dapat dibawa oleh angin);
* chlamydospores (terdiri dari dua sel, berdinding tebal, spora cokelat, yang hidup beberapa tahun).

Jamur yang telah terkena penyakit ini pada tahap awal berubah menjadi tak berbentuk, tertutup miselium parasit putih dan mengembang. Sebagai jamur cacat berkembang, menjadi coklat dan mulai membusuk. Karena pembusukan yang berair dan bentuk yang terkena jamur, penyakit ini dinamakan « Wet Bubble ». Selain itu, cairan warna kuning muncul di permukaan jaringan jamur, terutama pada tingkat kelembaban yang sangat tinggi. Pada tahap ini, jamur mulai membusuk dan yang disertai dengan bau yang menyengat.
Jamur yang sakit harus dibersihkan dengan sangat hati-hati. Rekomendasi penanganan adalah sebagai berikut:

* Memanen jamur yang sakit dengan sendok, menurunkan baglog jamur ke dalam larutan sulfat tembaga dan disinfeksi sendok setelah menghilangkan penyakit;
* Menaburi baglog jamur dengan garam
* Daerah sekitar baglog yang terinfeksi disiram dengan larutan formalin dan kemudian ditaburi dengan kapur.


2. Pseudomonas tolaasii (Bacteriosis)

Para peneliti menemukan bahwa bakteri Pseudomonas tolaasii dapat bergerak melalui lapisan air menggunakan filamen. Jika ada tetesan air atau lapisan air di tudung jamur, nutrisi melarikan diri dari jaringan jamur ke dalam air, yang memberikan bakteri kesempatan untuk bereproduksi di daerah itu. Jumlah bakteri berlipat ganda dalam waktu kurang dari satu jam. Gejala pertama dari bentuk penyakit ini adalah bintik kuning-coklat.


Pada beberapa pembudidaya, bacteriosis merupakan penyakit epidemi (penyakit konstan). Bakteri dapat bertahan pada berbagai permukaan, di limbah, air, dan pada peralatan. Bila satu infeksi hadir, bakteri mudah berpindah dari ruang ke ruang lain melalui tangan pemetik jamur dan benda-benda lain yang dibawa pada kumbung. Lalat dan tungau juga bisa menyebarkan penyakit ini.
bercak bakteri biasanya muncul pada akhir siklus budidaya, ketika ventilasi kurang dan jamur yang tidak dirawat dengan cukup baik.
Dari semuanya yang disebutkan di atas, kesimpulan yang dapat dibuat adalah menciptakan kondisi iklim yang tepat. Kelembaban relatif tinggi (di atas 85%) dan suhu lebih tinggi dari 20 ° C menyebabkan munculnya gejala penyakit. Tetesan air setelah penyiraman atau kondensasi yang telah terbentuk pada jamur harus kering dalam waktu 2-3 jam. Untuk hal ini, ventilasi udara harus aktif dan sirkulasi udara yang digunakan harus baik. Di sini, penting untuk memastikan bahwa jamur tidak menjadi pecah-pecah dan bersisik.

Beberapa penulis menyarankan penyiraman jamur dengan air keran (125 ml 10% klor untuk 100 l air per 100 m²) sebelum panen pertama, ketika ukuran pin antara 4-5 mm, atau menggunakan larutan klorin 10% / 100 l / 100 m².

Penyakit ini dapat dicegah jika sanitasi dan kebersihan kumbung baik.
 
3. Pythium oligandrum, Pythium hydnosporum

Sebuah kandungan tinggi nitrogen ditemukan di daerah kompos yang terinfeksi dengan mold hitam. Para ilmuwan menganggap bahwa hal ini terjadi karena tidak meratanya distribusi suplemen nitrogen dalam kompos. Tapi itu belum jelas apakah daerah-daerah dengan kandungan tinggi nitrogen menahan pertumbuhan miselium atau merangsang pertumbuhan Pythium. Yang jelas, terlalu tingginya NH3 (Amonia) dapat membunuh miselium jamur.

Faktor lain yang menguntungkan bagi keadaan ini adalah kelembaban kompos yang terlalu berlebihan.

Kesimpulan berikut dapat dibuat dari penjelasan di atas, untuk menghindari penyebaran jamur Pythium, perlu untuk:

* Hindari kontak baglog melalui tanah. Kumpulan baglog harus disimpan pada platform beton minimal lantai semen;
* Perhatikan kebersihan ruangan pada saat dipasteurisasi dan inkubasi;
* Mendistribusikan suplemen nitrogen dalam serbuk gergaji seragam mungkin;
* Menjaga kelembaban serbuk gergaji.


4. Hypomyces rosellus (Cladobotryum dendroides, Daktylium dendroides) Cobweb Mold

Kelembaban yang relatif tinggi dan suhu udara tinggi setelah pencampuran media merangsang perkembangan Dactylium.

Dalam literatur, ukuran kontrol berikut dapat ditemukan:

* Menaburi/membunuh jamur cobweb dengan garam dan baking soda, atau menyemprot daerah yang rusak dengan (40%) larutan formalin, dan segera menaburi dengan tanah kapur.
* Kelembaban relatif dan temperatur udara harus dipertahankan.
* Pemindahan infeksi jamur sehat harus dihindari, dengan gerakan terorganisir pemetik jamur.
* Tunduk oleh aturan sanitasi dan kebersihan di kumbung secara keseluruhan.


5. Green Mold (Trichoderma, Aspergillus, Penicillium, Cladosporium)




Spora dari jamur ini secara luas tersebar di lapisan luar media dan bahan organik di berbagai lingkungan. Mereka dapat dengan mudah dibawa oleh angin, serangga atau tungau, manusia pada peralatan yang digunakan untuk budidaya jamur. Tikus yang memakan miselium pada permukaan serbuk juga dapat membawa penyakit ini.


jamur ini dapat tumbuh pada peralatan kayu, dalam media serbuk kayu, di lapisan luar media, dan bahkan di butir miselium yang kurang siap/belum penuh. Ciri-ciri kontaminasi jamur ini yakni tumbuhnya bintik atau noda hijau. Suhu ideal bagi jamur ini adalah sekitar 22-26oC.
Langkah untuk menghindari kontaminasi jamur ini yakni:
• Membuang media baglog yang terinfeksi
• Desinfeksi pekerja dan alat-alat sebelum masuk kumbung
• Jangan bicara sewaktu inokulasi
• Jangan meletakkan langsung baglog pada tanah


6. Coprinus Spp. (Ink Cap Fungi)


Coprinus menunjukkan adanya amonia bebas atau tingginya kandungan nitrogen dalam kompos. Munculnya jamur topi /tinta di ruang tumbuh menunjukkan rendahnya kualitas substrat akibat gangguan fermentasi dan proses pasteurisasi substrat itu.

Ada beberapa alasan:

* Penggunaan bahan baku yang buruk: pupuk kadaluarsa, atau pupuk kandang yang telah menjadi benar-benar kering setelah pemanasan, dan juga jerami/serbuk kayu yang membusuk dan terlalu tua.
* Penggunaan jumlah kelebihan kotoran unggas selama proses pengomposan (atau kumbung yang digunakan adalag bekas kandang unggas).
* Proses pasteurisasi yang kurang optimal.


7. Mucor spp.


Kontaminasi Mucor ditandai dengan timbulnya noda hitam pada permukaan media baglog. Kontaminasi ini menyebabkan adanya persaingan pertumbuhan Mucor dengan miselium jamur tiram. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah susunan baglog jamur dan mengatur /menurunkan suhu ruangan dengan membuka dan mengatur sirkulasi udara.


8. Neurospora spp


Neurospora dapat menghambat pertumbuhan miselium dan tubuh buah. Neurospora menimbulkan tepung “orange” pada permukaan kapas penyumbat baglog. Pencegahan dilakukan dengan melakukan sterilisasi media baglog dengan sempurna dan mengurangi jumlah susunan baglog jamur.

Media Baglog (Non-Sterile Method)

Sebelumnya marilah kita kembali ke masa SMA, saat kita sama-sama mengenyam pedasnya pelajaran KIMIA... namun bukan berarti kita meninggalkan konsep organik kita. Kita tetap memerlukan bahan kimia dalam proses sterilisasi. Salah satunya yakni Hidrogen Peroksida (H2O2).


Hidrogen peroksida dengan rumus kimia H2O2 ditemukan oleh Louis Jacques Thenard di tahun 1818. Senyawa ini merupakan bahan kimia anorganik yang memiliki sifat oksidator kuat. Bahan baku pembuatan hidrogen peroksida adalah gas hidrogen (H2) dan gas oksigen (O2). Teknologi yang banyak digunakan di dalam industri hidrogen peroksida adalah auto oksidasi Anthraquinone.

H2O2 tidak berwarna, berbau khas agak keasaman, dan larut dengan baik dalam air. Dalam kondisi normal (kondisi ambient), hidrogen peroksida sangat stabil dengan laju dekomposisi kira-kira kurang dari 1% per tahun.

Mayoritas pengunaan hidrogen peroksida adalah dengan memanfaatkan dan merekayasa reaksi dekomposisinya, yang intinya menghasilkan oksigen. Pada tahap produksi hidrogen peroksida, bahan stabilizer kimia biasanya ditambahkan dengan maksud untuk menghambat laju dekomposisinya. Termasuk dekomposisi yang terjadi selama produk hidrogen peroksida dalam penyimpanan. Selain menghasilkan oksigen, reaksi dekomposisi hidrogen peroksida juga menghasilkan air (H2O) dan panas. Reaksi dekomposisi eksotermis yang terjadi adalah sebagai berikut:

H2O2 -> H2O + 1/2O2 + 23.45 kcal/mol

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi dekomposisi hidrogen peroksida adalah:

1. Bahan organik tertentu, seperti alkohol dan bensin
2. Katalis, seperti Pd, Fe, Cu, Ni, Cr, Pb, Mn
3. Temperatur, laju reaksi dekomposisi hidrogen peroksida naik sebesar 2.2 x setiap kenaikan 10oC (dalam range temperatur 20-100oC)
4. Permukaan container yang tidak rata (active surface)
5. Padatan yang tersuspensi, seperti partikel debu atau pengotor lainnya
6. Makin tinggi pH (makin basa) laju dekomposisi semakin tinggi
7. Radiasi, terutama radiasi dari sinar dengan panjang gelombang yang pendek

Hidrogen peroksida bisa digunakan sebagai zat pengelantang atau bleaching agent pada industri pulp, kertas, dan tekstil. Senyawa ini juga biasa dipakai pada proses pengolahan limbah cair, industri kimia, pembuatan deterjen, makanan dan minuman, medis, serta industri elektronika (pembuatan PCB).

Salah satu keunggulan hidrogen peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lain adalah sifatnya yang ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Kekuatan oksidatornya pun dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh dalam industri pulp dan kertas, penggunaan hidrogen peroksida biasanya dikombinasikan dengan NaOH atau soda api. Semakin basa, maka laju dekomposisi hidrogen peroksida pun semakin tinggi. Kebutuhan industri akan hidrogen peroksida terus meningkat dari tahun ke tahun. Walaupun saat ini di Indonesia sudah terdapat beberapa pabrik penghasil hidrogen peroksida seperti PT Peroksida Indonesia Pratama, PT Degussa Peroxide Indonesia, dan PT Samator Inti Peroksida, tetapi kebutuhan di dalam negeri masih tetap harus diimpor.


Jadi, mengapa Hidrogen Peroksida?
Hidrogen peroksida menyederhanakan seluruh proses tumbuh jamur. Tidak perlu untuk membangun laboratorium steril, membeli pressure cooker raksasa, atau bahkan membangun kotak entkas. Sebuah konsentrasi rendah dari peroksida akan membunuh seluruh kontaminan, sementara memungkinkan pertumbuhan yang sehat dari jaringan jamur.

Bagaimana caranya?
Cukup siapkan bahan-bahan seperti layaknya membuat baglog, akan tetapi tambahkan HP (Hidrogen Peroksida) 3% dan alat tambahan berupa sarung tangan latex serta balon udara kecil.

campurkan adonan seperti biasa sambil lalu panaskan air hingga 65 derajat C. Setiap 1 liter air, ditambah dengan 6-10ml HP konsentrasi 3% kedalamnya. Selanjutnya larutan ini diberi nama HP Water.
Setelah campuran merata, tambahkan HP Water kedalam adonan hingga didapatkan kepadatan yang diinginkan, yakni adonan mudah dikepal dan tidak sampai menetes.
Adonan siap dimasukkan kedalam plastik PP dan siap di pasteurisasi (bukan sterilisasi). Selanjutnya langkah inokulasi sama dengan langkah sebelumnya dalam membuat baglog.
Lalu apa fungsi balon udara? fungsinya hanya mengetes kadar konsentrasi HP Water tadi. caranya masukkan HP Water kedalam tabung reaksi, setelah itu tutup dengan balon udara, jika balon mengembang kecil berarti konsentrasi campuran sudah benar, jika tidak sama sekali berarti kurang, dan apabila terlalu besar berarti terlalu banyak atau campuran belum merata.

Sebenarnya, tanpa pasteurisasipun media sudah steril. Karena HP Water akan membunuh seluruh mikroorganisme pengganggu. Sayapun melakukannya demikian dengan memasukkannya pada kantung plastik besar.
Panduan lengkap lihat http://www.youtube.com/watch?v=icmx2wzE7KM

Media Baglog (Sterile Method)

Pengolahan Media Tanam Jamur Tiram

Persiapan
Untuk 80 log diperlukan bahan-bahan seperti di bawah ini:
a) Serbuk gergaji/ ampas tebu/jerami cincang=100 kg
b) Tepung jagung=10 kg
c) Dedak halus=10-15 kg
d) Kapur (CaCO3)=1 kg
e) Non klorin Air=50-60%
f) Molase/gula=1 L
Opsional bahan pendukung lain seperti pupuk SP-36 (Agar tudung jamur lebih lebar, namun memiliki kekurangan badan jamur lebih berair dan mudah cepat busuk), biji-bijian, ZPT/Zat Pengatur Tumbuh yang didapat secara alami dari Air Kelapa (mineral yang terkandung sangat kompleks), Ekstrak taoge, media tambahan seperti kardus bekas, kapas, tisu toilet. Jangan gunakan gips (CaSO4) karena mengandung senyawa Sulfur/belerang, lebih baik gunakan mesin press sederhana kalau hanya untuk membuat media padat.

Bahan-bahan kecuali air dicampur merata
tambahkan air sampai media dapat dikepal tapi tidak sampai menetes.

Pembuatan Log
Media dimasukkan ke dalam kantong plastik tahan panas (polypropilene) kapasitas 1,5-2
kg sampai Media harus dipadatkan agar terbentuk log yang baik. Ikat
mulut plastik dengan karet tahan panas dan sterilkan.

Sterilisasi Log
Sterilisasi perlu dilakukan agar media bebas dari mikroba lainnya.
Terdapat dua cara sterilisasi yaitu:
a. Sterilisasi pada temperatur 100 derajat C selama 8 jam dengan
cara mengukus. Biasanya digunakan drum kapasitas 50 log yang
dipanaskan dengan kayu bakar atau LPG. Atau dengan menggunakan water tube boiler dan oven kapasitas 2000log. Biasanya dengan LPG 12kg, 1 kali proses menghabiskan setengah tabung.
b. Sterilisasi pada temperatur 121 derajat C selama 15 menit dengan
menggunakan autoklaf atau dandang bertekanan uap.

Teknik Penanaman
Penanaman Bibit
Buka bagian atas log yang telah disterilkan. Hamparkan 1-2 sendok
makan bibit jamur F2. Gunakan sendok yang telah dipanaskan di
atas api. Rapatkan kembali plastik bagian atas. Masukkan cincin berdiameter 3 cm dan tinggi 1 cm ke dalam plastik yang
dirapatkan tersebut. Isi lubang yang terbentuk dengan kapas. Tutup
kapas beserta cincin dengan kertas koran dan ikat. Ingat!! semua proses harus dilakukan diatas api bunsen, kalau tidak ingin terserang trichoderma dan teman-temannya.

Inkubasi Log
Log yang sudah ditanami bibit harus disimpan di tempat yang menunjang
pertumbuhan miselium dan tubuh buah. Masa penyimpanan log setelah
ditanami bibit ini dinamakan masa inkubasi. Pada masa ini suhu yang
diperlukan sekitar 22-26oC. Pada umumnya masa inkubasi untuk
penumbuhan miselium dari 0% hingga 100% adalah 30 hari.

Pemindahan log
Setelah miselium mencapai panjang kurang lebih 90% pada baglog,
pindahkan media log dari ruang inkubasi ke kumbung (mushroom house).
Tempat pemeliharaan jamur dibuat dengan ukuran 8 x 12 m2 yang di
dalamnya terdapat 8 buah petak pemeliharaan berukuran 5,7 x 2,15 m2.
Jarak antar petak 100 cm. Di dalam setiap petak dibuat rak-rak yang
tersusun ke atas untuk menyimpan 1.300-1.400 log. Rangka bangunan
dapat dibuat dari besi, kayu atau bambu.

Kondisi lingkungan yang harus diperhatikan dalam membuat bangunan
penyimpanan adalah:
a) Temperatur untuk pembentukan miselium adalah 22-26 derajat C
b) Temperatur untuk pembentukan tubuh buah adalah 10-15 derajat C
c) Kelembaban udara 90-96%
d) Kadar air log 35-45%
e) Udara di dalam tidak tercemari asap/gas kecuali CO2 (<1000 ppm).
Log disimpan di atas rak dengan posisi tegak atau miring. Jarak
penyimpanan diatur sedemikian rupa sehingga tubuh buah yang tumbuh
dari satu log tidak bertumpang tindih dengan tubuh buah yang lain.
Untuk efektifitas tempat, biasanya perletakan miring seperti gambar di
atas banyak dipilih. Selain itu dengan meletakkan miring, pertumbuhan
jamur tiram dapat dilakukan dari dua arah, dari depan dan dari belakang.
Setelah log selesai diletakkan pada rak-rak jamur. Langkah pengolahan
media tanam sudah selesai. Selanjutnya memasuki langkah
PEMELIHARAAN agar diperoleh hasil panen jamur tiram yang optimal.

Minggu, 02 Januari 2011

Tips Memilih Serbuk Kayu

Pertumbuhan jamur umumnya lebih cepat pada kayu lunak seperti sengon dan karet dibandingkan dengan pertumbuhan pada kayu keras seperti meranti dan johar. Perhatian!!! Jangan memakai jenis kayu bergetah seperti kayu jati, pinus, dan jenis kayu lain yang mengandung bahan pengawet alami (zat ekstraktif).

Jenis kayu yang direkomendasikan:
Rasamala (Altingia Sp.)
Saninten (Castanea Sp.)
Mundu (Garcinia Sp.)
Rejasa (Elaocarpus Sp.)
Bungur (Lagerstromia Sp.)
Pasang (Quercus Sp.)
Getah manis (Liquidambar Sp.)
Jenitri (Elaocarpus Sp.)
Chesnut (Castanopsis Sp.)
Sengon (Albasia Sp.)
Randu (Bombax Sp.)